Thursday, October 1, 2020

MANIFESTASI GERAKAN PENDIDIKAN DI MASA PANDEMI

"Keluarga bertanggungjawab terhadap pembentukan sikap, sekolah bertanggungjawab terhadap ilmu yang akan dicapai siswa, masyarakat bertanggungjawab terhadap karakter siswa"

~ Ki Hadjar Dewantara, Konsep Tri Pusat Pendidikan

 

 

     Tri Pusat Pendidikan yang diwariskan oleh Bapak Pendidikan Nasional tersebut layak untuk kembali diterapkan. Ketika semua satuan pendidikan mengalami dinamika, dari pembelajaran tatap muka menjadi pembelajaran jarak jauh, dari masa normal berganti menjadi masa yang upnormal karena menghadapi pandemi, maka grand desain pendidikan Indonesia harus betul-betul mengacu pada konsep tri pusat di atas. Selain itu, tentu sendi-sendi gerakan pendidikan lainnya tetap dijalankan. Tenaga pendidik harus mampu menjadikan kesempatan ini sebagai waktu untuk mencermati dan mengevaluasi metode dan siasat mengajar yang efektif. Begitu pun juga dengan peserta didik, ia berkewajiban untuk meningkatkan intensitas belajar dengan asas kemandirian.

    Iklim belajar di tengah pandemi tentu akan menarik, jika setiap tenaga kependidikan menjalankan prinsip-prinsip belajar dengan bijak. Tidak kemudian berkutat atas dampak wabah yang menjeratnya. Pada dasarnya, pendidikan tidak mesti terpusat di ruangan. Alam sangat terbuka luas untuk menerima insan pendidikan sebagai mitra belajar. Benda-benda yang disekitar kita sejatinya bisa saja menjadi media pendukung pembelajaran.

    Menariknya lagi nuansa pendidikan enam bulan ini, buku-buku dan perangkat pembelajaran lain yang sering kali kita jumpai di kelas, mulai tergeser durasi penggunaannya oleh media dalam jaringan (daring) dan perangkat internet. Ini mengisyaratkan bahwa seluruh pendidik dan peserta didik harus mampu mengoptimalkan peran digitalisasi dan multimedia untuk kemudian dijadikan suatu penghubung daya pendukung proses kegiatan belajar mengajar (KBM).     

Hakikat Pendidikan

    Dasar pendidikan nasional adalah Pancasila dan UUD 1945. UU Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) memperjelas bahwa fungsi pendidikan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Melaui dasar dan fungsi tersebut, diharapkan agar pendidikan selalu sejalur dan tetap dalam koridor itu. Proses inti yang akan dicapai nantinya oleh pendidikan ialah upaya menumbuhkembangkan eksistensi peserta didik yang memasyarakat, membudaya, berkarakter, dalam tatanan kehidupan yang berdimensi lokal, nasional, dan global.

    Negara atau pun pemerintah sebagai pelindung dan pelayan utama pendidikan harus melaksanakan hak dan kewajibannya. Memberikan fasilitas yang memadai, menyiapkan sarana dan prasarana yang terbarukan atau sumber daya pendidikan lainnya yang dibutuhkan satuan pendidikan. Selain itu, melindungi peserta didik dan pendidik melalui regulasi yang berkeadilan juga merupakan sisi lain yang tidak boleh terabaikan. Kemudian, warga sebagai mitra pendukungnya, saling gotong-royong mewujudkan tujuan pendidikan,  sehingga visi besar pendidikan yang diamanahi konstitusi kepada segenap warga negaranya, mencerdaskan kehidupan bangsa, dapat tercapai dengan sunggung-sungguh.

    Pendidikan tidak cukup jika hanya diorientasikan pada lancarnya pembelajaran, apalagi sekedar untuk membina dan mendidik peserta didik semata. Akan tetapi pendidikan harus menjelma lebih luas keterkaitan dan kebermanfaatannya. Setidaknya pendidikan mampu membuat keseimbangan dan keselarasan faktor manusia dan alam dengan membawa misi perdamaian dan ketentraman, sekaligus menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan.

    Jika selama ini kita menitikberatkan pendidikan pada dua jenis saja, yakni pendidikan formal dan nonformal, ini seolah bertentangan dengan asas keselamatan jiwa dan kesehatan. Maka jika masih hal tersebut dilakukan harus segera dibelokkan pada jenis lainnya. Tidak lain pilihannya hanya jenis pendidikan informal. Pendidikan informal sangat cocok untuk diterapkan selama melandanya  wabah Covid-19, yang kemudian mampu untuk digencarkan dan dijadikan gerakan substantif. Terlepas pemerintah melalui Kemendikbud mengeluarkan regulasi Kurikulum Khusus PJJ di tengah pandemi. Oleh karena itu, kembali pusatkan pada tri pusat pendidikan ala Ki Hadjar Dewantara agar siasat dan metode pendidikan dan pembelajaran di tengah wabah menjadi solutif.

Realitas-Pendidikan di Tengah Wabah

    Nampaknya wabah corona di Indonesia semakin parah. Dilihat dari grafik kasus pasien yang terdampak, selalu menunjukkan tren yang meningkat. Catatan World Health Organization (WHO), di Indonesia pada 23 September 2020 lalu menunjukkan jumlah kasus Covid-19 di Indonesia 257.958. Terdapat penambahan 4.465 kasus baru. Terlihat jelas peningkatannya dibandingkan dengan data 16 September 2020 yang berjumlah 228.993 yang hanya bertambah 3.963 kasus baru.

    Pendidikan yang mulanya diharapkan menjadi bagian dari the first of civilization untuk mengubah SDM anak negeri mulai sirna. Datangnya wabah ini membuat “kejutan baru” bagi pendidikan. Semua sekolah ditutup, pembelajaran tatap muka berganti dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ), peserta didik “dipaksa” belajar mandiri dari rumah. Tidak heran jika semua satuan pendidikan melaksanakan pembelajaran secara daring. Bahkan tidak hanya itu, kegiatan atau aktivitas wajib lainnya seperti penelitian, tugas praktikum, tugas akhir, ujian dan serangkaian wisuda juga dari jarak jauh. Pendidikan seolah dituntut secara cepat untuk menyesuaikan dengan era digitalisasi. Semua rutinitas kita terhubung dengan digital dan internet. Hal tersebut sebagaimana disebutkan oleh UNICEF, WHO dan IFRC dalam COVID-19 Prevention and Control in Schools pada bulan Maret, 2020, bahwa ketika situasi persebaran virus semakin cepat maka sekolah harus ditutup dan proses pendidikan harus tetap berjalan melalui kegiatan pembelajaran online dengan menggunakan berbagai media.


Parahnya, tidak semua daerah di Indonesia memiliki perangkat dan akses pembelajaran PJJ ini. Masih terdapat beberapa daerah (termasuk daerah tertinggal, terdepan, terluar, 3T) belum siap menerima realita sistem PJJ. Peralihan sistem pembelajaran tatap muka-daring akibat wabah corona, belum bisa sepenuhnya dilaksanakan secara masif. Belum lagi ratusan ribu peserta didik dari kalangan menengah ke bawah tidak memiliki media pendukung PJJ. Kesulitan ekonomi dan kondisi sosio-kultural masih menjelmanya. Rata-rata keluarga mereka memilih mencukupi kebutuhan primer keluarganya, dibandingkan membelikan gawai dan media pendukung pendidikan anaknya.

   Tam dan El Azar, (2020) menyatakan, secara global pandemi virus corona menyebabkan tiga perubahan mendasar di dalam pendidikan. Pertama, mengubah cara jutaan orang dididik. Kedua, solusi baru untuk pendidikan yang dapat membawa inovasi yang sangat dibutuhkan. Ketiga, adanya kesenjangan digital menyebabkan pergeseran baru dalam pendekatan pendidikan dan dapat memperluas kesenjangan.  Realitas sosial di Indonesia nyaris serupa dengan pernyataan tersebut. Bagaimana tidak, tatkala pola pembelajaran konvensional (tatap muka), mendadak berganti PJJ yang mengandalkan teknologi digital. Atas kondisi ini tentu meniscayakan kualitas dan iklim pendidikan Indonesia semakin terbarukan dan variatif. Kemudian realitas sosial daerah 3T dapat semakin diperhatikan dan disamaratakan. Karena hak dan kewajiban warga negara Indonesia sama di pandangan konstitusi negara dalam menerima dan merasakan sentuhan pendidikan.

Formulasi Gerakan Pendidikan

    Akhirnya, yang bisa dilakukan oleh pemerintah beserta juga segenap praktisi pendidikan memoles kembali wajah pendidikan di tengah pandemi antara lain melalui cara: meningkatkan kemampuan adaptasi, menciptakan iklim yang nyaman dan terkendali, kesanggupan berinovasi yang tinggi, optimalisasi kemerdekaan dalam belajar, dan menjadikan teladan bagi lingkungan pendidikan nonformal. Geliat kita atas pendidikan kembali ditingkatkan. Tidak hanya untuk mengajar dan mengisi daftar hadir hingga ujungnya menjemput upah atau bayaran, tetapi membuat peserta didik proaktif belajar dengan suasananya yang baru, media yang mendukung, dan fasilitas lainnya tersedia lengkap.

    Prof. Eko Indrajit, pakar teknologi informasi sekaligus Direktur PGRI SLCC mengatakan bahwa gerakan pendidikan di masa pandemi, orang tua, siswa, guru, dan masyarakat memiliki peran masing-masing. Keempat kuadran tersebut dapat dijabarkan bahwa pertama, orang tua berperan sebagai guru. Kehadiran orang tua dalam PJJ harus mampu meningkatkan intensitas komunikasi dengan anaknya. Mengembalikan lagi idealitas pembelajaran rumah tangga. Kedua, siswa melatih diri agar terbiasa menghadapi pembelajaran mandiri. Karena generasi hebat adalah generasi yang mampu melewati masa-masa krisis. Selain itu, siswa lebih bebas berkreasi dan berimajinasi dengan tugas. Maka dengan demikian, ia akan semakin terbiasa mengelola waktu secara mandiri. Selanjutnya yang ketiga guru harus mampu mendesain kembali pembelajaran yang kreatif, inovatif dan efektif melalui media. Tidak monoton dengan ruangan dan buku atau perangkat konvensional lainnya. Guru harus berani melakukan transformasi pembelajaran yang terbarukan dan efektif. Tetapi di sisi lain, ia dituntut untuk beradaptasi dengan teknologi informasi, aktif mencari sumber belajar, mampu membuka cakrawala berpikirnya guna memudahkan siswa semakin terbuka pandangan dan pengetahuannya. Kemudian yang keempat adalah masyarakat dan/atau keluarga senantiasa menjadi lumbung belajar siswa. Dambaan siswa dan suritauladan yang baik dari sisi pendidikan informal tidak lain adalah masyarakat. Sehingga dengan menjadikan keempat kuadran formulasi gerakan pendidikan tersebut, secara otomatis tri pusat pendidikan pada kalimat awal tulisan ini terlaksana dan terasa.

Referensi:

Afriansyah, Anggi. 2020. Kajian Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.

Aji, R.H.S (2020). Dampak Covid pada Pendidikan di Indonesia: Sekolah Keterampilan dan Proses Pembelajaran, SALAM: Sosial dan Budaya Syar-I, 07.25.2020, Hal.395-400.

Tam, Gloria & El-Azar, Diana. 2020. 3 ways the coronavirus pandemic could reshape education. Sumber:https://www.weforum.org/agenda/2020/03/3-ways-coronavirus-is-reshaping-education-and-what-changes-might-be-here-to-stay/.