Thursday, October 1, 2020

MANIFESTASI GERAKAN PENDIDIKAN DI MASA PANDEMI

"Keluarga bertanggungjawab terhadap pembentukan sikap, sekolah bertanggungjawab terhadap ilmu yang akan dicapai siswa, masyarakat bertanggungjawab terhadap karakter siswa"

~ Ki Hadjar Dewantara, Konsep Tri Pusat Pendidikan

 

 

     Tri Pusat Pendidikan yang diwariskan oleh Bapak Pendidikan Nasional tersebut layak untuk kembali diterapkan. Ketika semua satuan pendidikan mengalami dinamika, dari pembelajaran tatap muka menjadi pembelajaran jarak jauh, dari masa normal berganti menjadi masa yang upnormal karena menghadapi pandemi, maka grand desain pendidikan Indonesia harus betul-betul mengacu pada konsep tri pusat di atas. Selain itu, tentu sendi-sendi gerakan pendidikan lainnya tetap dijalankan. Tenaga pendidik harus mampu menjadikan kesempatan ini sebagai waktu untuk mencermati dan mengevaluasi metode dan siasat mengajar yang efektif. Begitu pun juga dengan peserta didik, ia berkewajiban untuk meningkatkan intensitas belajar dengan asas kemandirian.

    Iklim belajar di tengah pandemi tentu akan menarik, jika setiap tenaga kependidikan menjalankan prinsip-prinsip belajar dengan bijak. Tidak kemudian berkutat atas dampak wabah yang menjeratnya. Pada dasarnya, pendidikan tidak mesti terpusat di ruangan. Alam sangat terbuka luas untuk menerima insan pendidikan sebagai mitra belajar. Benda-benda yang disekitar kita sejatinya bisa saja menjadi media pendukung pembelajaran.

    Menariknya lagi nuansa pendidikan enam bulan ini, buku-buku dan perangkat pembelajaran lain yang sering kali kita jumpai di kelas, mulai tergeser durasi penggunaannya oleh media dalam jaringan (daring) dan perangkat internet. Ini mengisyaratkan bahwa seluruh pendidik dan peserta didik harus mampu mengoptimalkan peran digitalisasi dan multimedia untuk kemudian dijadikan suatu penghubung daya pendukung proses kegiatan belajar mengajar (KBM).     

Hakikat Pendidikan

    Dasar pendidikan nasional adalah Pancasila dan UUD 1945. UU Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) memperjelas bahwa fungsi pendidikan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Melaui dasar dan fungsi tersebut, diharapkan agar pendidikan selalu sejalur dan tetap dalam koridor itu. Proses inti yang akan dicapai nantinya oleh pendidikan ialah upaya menumbuhkembangkan eksistensi peserta didik yang memasyarakat, membudaya, berkarakter, dalam tatanan kehidupan yang berdimensi lokal, nasional, dan global.

    Negara atau pun pemerintah sebagai pelindung dan pelayan utama pendidikan harus melaksanakan hak dan kewajibannya. Memberikan fasilitas yang memadai, menyiapkan sarana dan prasarana yang terbarukan atau sumber daya pendidikan lainnya yang dibutuhkan satuan pendidikan. Selain itu, melindungi peserta didik dan pendidik melalui regulasi yang berkeadilan juga merupakan sisi lain yang tidak boleh terabaikan. Kemudian, warga sebagai mitra pendukungnya, saling gotong-royong mewujudkan tujuan pendidikan,  sehingga visi besar pendidikan yang diamanahi konstitusi kepada segenap warga negaranya, mencerdaskan kehidupan bangsa, dapat tercapai dengan sunggung-sungguh.

    Pendidikan tidak cukup jika hanya diorientasikan pada lancarnya pembelajaran, apalagi sekedar untuk membina dan mendidik peserta didik semata. Akan tetapi pendidikan harus menjelma lebih luas keterkaitan dan kebermanfaatannya. Setidaknya pendidikan mampu membuat keseimbangan dan keselarasan faktor manusia dan alam dengan membawa misi perdamaian dan ketentraman, sekaligus menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan.

    Jika selama ini kita menitikberatkan pendidikan pada dua jenis saja, yakni pendidikan formal dan nonformal, ini seolah bertentangan dengan asas keselamatan jiwa dan kesehatan. Maka jika masih hal tersebut dilakukan harus segera dibelokkan pada jenis lainnya. Tidak lain pilihannya hanya jenis pendidikan informal. Pendidikan informal sangat cocok untuk diterapkan selama melandanya  wabah Covid-19, yang kemudian mampu untuk digencarkan dan dijadikan gerakan substantif. Terlepas pemerintah melalui Kemendikbud mengeluarkan regulasi Kurikulum Khusus PJJ di tengah pandemi. Oleh karena itu, kembali pusatkan pada tri pusat pendidikan ala Ki Hadjar Dewantara agar siasat dan metode pendidikan dan pembelajaran di tengah wabah menjadi solutif.

Realitas-Pendidikan di Tengah Wabah

    Nampaknya wabah corona di Indonesia semakin parah. Dilihat dari grafik kasus pasien yang terdampak, selalu menunjukkan tren yang meningkat. Catatan World Health Organization (WHO), di Indonesia pada 23 September 2020 lalu menunjukkan jumlah kasus Covid-19 di Indonesia 257.958. Terdapat penambahan 4.465 kasus baru. Terlihat jelas peningkatannya dibandingkan dengan data 16 September 2020 yang berjumlah 228.993 yang hanya bertambah 3.963 kasus baru.

    Pendidikan yang mulanya diharapkan menjadi bagian dari the first of civilization untuk mengubah SDM anak negeri mulai sirna. Datangnya wabah ini membuat “kejutan baru” bagi pendidikan. Semua sekolah ditutup, pembelajaran tatap muka berganti dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ), peserta didik “dipaksa” belajar mandiri dari rumah. Tidak heran jika semua satuan pendidikan melaksanakan pembelajaran secara daring. Bahkan tidak hanya itu, kegiatan atau aktivitas wajib lainnya seperti penelitian, tugas praktikum, tugas akhir, ujian dan serangkaian wisuda juga dari jarak jauh. Pendidikan seolah dituntut secara cepat untuk menyesuaikan dengan era digitalisasi. Semua rutinitas kita terhubung dengan digital dan internet. Hal tersebut sebagaimana disebutkan oleh UNICEF, WHO dan IFRC dalam COVID-19 Prevention and Control in Schools pada bulan Maret, 2020, bahwa ketika situasi persebaran virus semakin cepat maka sekolah harus ditutup dan proses pendidikan harus tetap berjalan melalui kegiatan pembelajaran online dengan menggunakan berbagai media.


Parahnya, tidak semua daerah di Indonesia memiliki perangkat dan akses pembelajaran PJJ ini. Masih terdapat beberapa daerah (termasuk daerah tertinggal, terdepan, terluar, 3T) belum siap menerima realita sistem PJJ. Peralihan sistem pembelajaran tatap muka-daring akibat wabah corona, belum bisa sepenuhnya dilaksanakan secara masif. Belum lagi ratusan ribu peserta didik dari kalangan menengah ke bawah tidak memiliki media pendukung PJJ. Kesulitan ekonomi dan kondisi sosio-kultural masih menjelmanya. Rata-rata keluarga mereka memilih mencukupi kebutuhan primer keluarganya, dibandingkan membelikan gawai dan media pendukung pendidikan anaknya.

   Tam dan El Azar, (2020) menyatakan, secara global pandemi virus corona menyebabkan tiga perubahan mendasar di dalam pendidikan. Pertama, mengubah cara jutaan orang dididik. Kedua, solusi baru untuk pendidikan yang dapat membawa inovasi yang sangat dibutuhkan. Ketiga, adanya kesenjangan digital menyebabkan pergeseran baru dalam pendekatan pendidikan dan dapat memperluas kesenjangan.  Realitas sosial di Indonesia nyaris serupa dengan pernyataan tersebut. Bagaimana tidak, tatkala pola pembelajaran konvensional (tatap muka), mendadak berganti PJJ yang mengandalkan teknologi digital. Atas kondisi ini tentu meniscayakan kualitas dan iklim pendidikan Indonesia semakin terbarukan dan variatif. Kemudian realitas sosial daerah 3T dapat semakin diperhatikan dan disamaratakan. Karena hak dan kewajiban warga negara Indonesia sama di pandangan konstitusi negara dalam menerima dan merasakan sentuhan pendidikan.

Formulasi Gerakan Pendidikan

    Akhirnya, yang bisa dilakukan oleh pemerintah beserta juga segenap praktisi pendidikan memoles kembali wajah pendidikan di tengah pandemi antara lain melalui cara: meningkatkan kemampuan adaptasi, menciptakan iklim yang nyaman dan terkendali, kesanggupan berinovasi yang tinggi, optimalisasi kemerdekaan dalam belajar, dan menjadikan teladan bagi lingkungan pendidikan nonformal. Geliat kita atas pendidikan kembali ditingkatkan. Tidak hanya untuk mengajar dan mengisi daftar hadir hingga ujungnya menjemput upah atau bayaran, tetapi membuat peserta didik proaktif belajar dengan suasananya yang baru, media yang mendukung, dan fasilitas lainnya tersedia lengkap.

    Prof. Eko Indrajit, pakar teknologi informasi sekaligus Direktur PGRI SLCC mengatakan bahwa gerakan pendidikan di masa pandemi, orang tua, siswa, guru, dan masyarakat memiliki peran masing-masing. Keempat kuadran tersebut dapat dijabarkan bahwa pertama, orang tua berperan sebagai guru. Kehadiran orang tua dalam PJJ harus mampu meningkatkan intensitas komunikasi dengan anaknya. Mengembalikan lagi idealitas pembelajaran rumah tangga. Kedua, siswa melatih diri agar terbiasa menghadapi pembelajaran mandiri. Karena generasi hebat adalah generasi yang mampu melewati masa-masa krisis. Selain itu, siswa lebih bebas berkreasi dan berimajinasi dengan tugas. Maka dengan demikian, ia akan semakin terbiasa mengelola waktu secara mandiri. Selanjutnya yang ketiga guru harus mampu mendesain kembali pembelajaran yang kreatif, inovatif dan efektif melalui media. Tidak monoton dengan ruangan dan buku atau perangkat konvensional lainnya. Guru harus berani melakukan transformasi pembelajaran yang terbarukan dan efektif. Tetapi di sisi lain, ia dituntut untuk beradaptasi dengan teknologi informasi, aktif mencari sumber belajar, mampu membuka cakrawala berpikirnya guna memudahkan siswa semakin terbuka pandangan dan pengetahuannya. Kemudian yang keempat adalah masyarakat dan/atau keluarga senantiasa menjadi lumbung belajar siswa. Dambaan siswa dan suritauladan yang baik dari sisi pendidikan informal tidak lain adalah masyarakat. Sehingga dengan menjadikan keempat kuadran formulasi gerakan pendidikan tersebut, secara otomatis tri pusat pendidikan pada kalimat awal tulisan ini terlaksana dan terasa.

Referensi:

Afriansyah, Anggi. 2020. Kajian Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.

Aji, R.H.S (2020). Dampak Covid pada Pendidikan di Indonesia: Sekolah Keterampilan dan Proses Pembelajaran, SALAM: Sosial dan Budaya Syar-I, 07.25.2020, Hal.395-400.

Tam, Gloria & El-Azar, Diana. 2020. 3 ways the coronavirus pandemic could reshape education. Sumber:https://www.weforum.org/agenda/2020/03/3-ways-coronavirus-is-reshaping-education-and-what-changes-might-be-here-to-stay/.

 

 

 

 

 

                                                                                                                                        

 

Monday, June 22, 2020

SISTEMATIKA PENYUSUNAN PROPOSAL DAN LPJ

            

        Asal kata dari proposal adalah root verb (V) “Propose” yang berarti mengusulkan. Proposal juga merupakan kata benda yang artinya usulan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) proposal diartikan sebagai rencana yang dituangkan dalam bentuk rancangan kerja. Jadi proposal secara sederhana dapat disimpulkan suatu rencana usulan akan suatu proyek atau kegiatan. Sedangkan LPJ merupakan singkatan dari laporan pertanggungjawaban dari sebuah kegiatan yang telah selesai dilaksanakan.

Bagi Anda yang terbiasa hidup di organisasi, tentu penyusunan “proposal dan LPJ” merupakan suatu karya yang penyusunannya sudah di luar kepala. Bagaimana tidak? Nyaris semua kegiatan yang akan dilaksanakan oleh para aktivis memerlukan proposal. Uraian kegiatan itu tertuang dan terdeskripsi dengan jelas dalam proposal. Tidak hanya itu, pascakegiatan itu selesai, para aktivis tidak bisa bebas beraktivitas jika belum merampungkan LPJ. Oleh karena itu, pentingnya kedua aspek itu harus betul-betul dikuasai dan bisa membuat kapan saja dan dalam kondisi bagaimana saja. Namun, secara garis besar isi proposal tidak lepas dari prinsip 5W+1H.

1.    Why    : Berhubungan dengan kenapa kegiatan/acara harus dilaksanakan (di latar belakang dan tujuan kegiatan/acara)

2.    What   : Apa jenis kegiatan dan temanya

3.    Who    : Berhubungan dengan sasaran kegiatan dan penyelenggara kegiatan

4.    When  : Berhubungan dengan tanggal dan pelaksanaan kegiatan

5.    Where : Tempat pelaksanaan kegiatan

6.    How    : Berhubungan dengan bagaimana konsep dan bentuk kegiatan, Bagaimana aturan – aturan untuk berpartisipasi dalam kegiatan( atau bagaimana event tersebut dikelola,(acara,dana,publikasi).

Adapun komponen proposal kegiatan terdiri atas beberapa bagian, yaitu:

1.    Halaman sampul /cover, berisi nama kegiatan, tema, waktu pelaksanaan, dan logo kegiatan/penyelenggara

2.    Latar belakang, berisi uraian lengkap yang menjawab atas dasar/mengapa kegiatan itu harus dilaksanakan? Secara umum esensi dari isi latar belakang adalah kesenjangan antara fakta yang ada dan apa yang seharusnya dilakukan atas fakta tersebut. Penulisannya dari yang bersifat umum ke khusus (general to spesific). Selain itu, tersusun dalam bentuk paragraph yang koheren yang juga terdiri atas tiga tahap: pendahuluan, isi, dan penutup

3.    Tujuan kegiatan. Bagian ini mengenai kenapa dan untuk apa kegiatan tersebut direncanakan?. Tujuan dapat terdiri hanya satu tujuan. Tetapi jika penulisan tujuan cukup banyak, maka urutkan dari yang terpenting hingga yang kurang penting. Tentukan tujuan yang relevan dengan latar belakang yang dikemukakan sebelumnya.

4.    Nama dan tema kegiatan. Bagian yang paling mudah dibuat dan singkat dalam penulisan. Cantumkan nama kegitan pada bagian ini, kemudian sertakan juga tema yang menjadi grand desain kegiatan Anda.

5.    Bentuk kegiatan. Buatlah relevan dengan tujuan kegiatan. Tuliskan tentang format kegiatan tersebut. Contoh: kegiatan/acara gerakan literasi lingkungan dengan tema bersama wujudkan perubahan. Maka bentuk kegiatannya dapat berupa sosialisasi literasi, pendampingan literasi, lomba menulis dan membaca atau mewarnai, dan penulisan sekaligus pengecatan dinding dekat jalan umum tentang ajakan keliterasian.

6.    Peserta, berisi tentang siapa saja yang menjadi sasaran dari kegiatan yang kita rencanakan. Kelompokkan sasaran ini ke dalam segmen-segmen yang sesuai dengan bentuk kegiatan yang kita rencanakan. Jangan lupa buatlah relevan dengan tema dan bentuk kegiatan.

7.    Penyelenggara adalah bagian yang berisi keterangan: siapa yang menjadi penyelenggara kegiatan. Biasanya penyelenggara ini adalah suatu kelompok organisasi atau komunitas yang hendak melaksanakan kegiatan karena alasan tertentu (mengacu pada latar belakang). Pengelenggaran yang bersifat kerja sama/mitra (lebih dari satu pihak) harus dicantumkan semua. Pada bagian penyelenggara ini perlu pula ditampilkan nama dan nomor kontak atau sekretariat yang dapat dihubungi/dikunjungi.

8.    Jadwal dan lokasi kegiatan berisi keterangan “kapan dan dimana” kegiatan akan dilaksanakan. Lengkap dengan hari, tanggal, jam dan lokasi pelaksanaan.

9.    Susunan acara, merupakan bagian dari data lengkap kegiatan yang akan dilaksanakan. Supaya lebih lengkap, cantumkan juga petugas dan keterangan tempat setiap tahapan kegiatannya.

10.  Susunan panitia. Ini penting dibentuk pihak-pihak yang ditawari untuk bekerja sama, saling mengetahui dengan siapa mereka bekerja sama. Susunan yang umum : Penanggung Jawab, Panitia Pengarah (SC) ,Panitia Pelaksana (OC), ketua pelaksana, bendahara, sekretaris dan seksi-seksi kepanitiaan yang dibutuhkan.

11.  Estimasi dana. Berisi rincian pemasukan (cash in), pengeluaran (cash out), dan jumlah kekurangan dana. Selain itu, dapat di breakdown dengan merancang anggaran dana masing-masing seksi kemudian ditotal secara keseluruhan. Supaya calon donasi atau pihak yang akan disodorkan proposal ini mudah meng-ACC, maka tuliskan anggaran yang realistis. Jangan melebih-lebihkan, serta sesuaikan dengan harga kebutuhan yang berlaku.

12.  Penutup. Isinya kalimat penutup yaitu kalimat menyatakan harapan dan dukungan kepada semua pihak agar tertarik untuk terlibat. Ditandatangani oleh SC dan OC, dan juga dibubuhkan stempel.

Adapun komponen laporan pertanggungjawaban kegiatan adalah sebagai berikut:

1.    Sampul/cover. Isinya sama seperti sampul/cover proposal di atas.

2.    Pendahuluan. Pada bagian proposal, namanya latar belakang, namun bagian LPJ disebut pendahuluan. Isi dari pendahuluan adalah uraian lengkap mengenai fakta yang ada dan yang ditemukan setelah kegiatan berhasil dilaksanakan. Memuat tiga pokok, yaitu: pembuka, isi, dan penutup. Intinya lebih mengerucut atau khusus daripada latar belakang.

3.    Uraian kegiatan. Bagian ini merupakan ulasan singkat atas rangkaian kegiatan yang sudah berlangsung. Memuat tentang bagaimana kegiatan yang terlaksana.

4.    Simpulan evaluasi berisi tentang hasil atau kesimpulan dari evaluasi sudah dibuat penyelenggara. Tujuan pembuatan ini dimasukkan dalam LPJ, supaya regenerasi Anda memahami dan memperbaiki atas dasar evaluasi yang dibuat.

5.    Dokumentasi. Seperti biasa, berisi tentang lampiran foto/gambar kegiatan. Tidak ada maksud lain, kecuali ingin memberitahu pihak berwenang (atasan, mitra kerjasama, dll) bahwa kegiatan Anda terlaksana dengan sungguh-sungguh.

6.    Realisasi dana. Bagian dari uraian atas dana yang telah dihabiskan. Jika kemudian ada sisa dari dana, maka dicantumkan berapa sisanya. Kalau pun tidak ada (minus), cantumkan juga kekurangannya berapa.

7.    Penutup. Isi penutup dapat berupa harapan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak. Kemudian diakhiri dengan tanda tangan dan stempel resmi penyelenggara.

Begitulah penyusunan proposal kegiatan dan laporan pertanggungjawaban yang dapat saya ulas kembali untuk mereview dan memantapkan pengetahuan kita dalam dunia organisasi. Semoga bermanfaat, dan selamat mencoba!


Tuesday, June 16, 2020

SEKOLAH DI TENGAH WABAH: ANTARA HARAPAN DAN ANCAMAN

Persebaran Covid-19 di Indonesia sampai hari ini belum berkahir. Sejak Pemerintah menetapkan Indonesia mengalami bencana nonalam, jumlah kasus positif Covid-19 terus meningkat. Tren Nasional (akumulasi data) yang tunjukkan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan  Covid-19 pada Selasa (16/06), sebanyak 40.400 kasus.  Atas kondisi ini, masyarakat tidak bisa leluasa menjalani aktivitasnya. Tak terkecuali para praktisi pendidikan. Mereka terpaksa melakukan rutinitasnya dengan gerakan Kerja Dari Rumah (KDR) masing-masing. Begitupun juga dengan rangkaian agenda dalam satuan pendidikan, semuanya dilalui secara virtual.

Memasuki tahun ajaran baru, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berencana mengaktifkan sekolah pada 13 Juli mendatang. Sebagai langkah antisipatif penyebaran virus korona, sudah dikeluarkan Surat Edaran Kemendikbud Nomor 4 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19. Kebijakan ini masih menuai kontroversi dari beberapa pihak. Ketua Umum PP Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyatakan bahwa pendidikan di Indonesia masih belum bisa diaktifkan lantaran kasus yang terjadi belum menunjukkan penurunan yang signifikan. Sementara itu, hasil angket yang dibagikan oleh Komisioner Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) beberapa waktu yang lalu pada publik secara daring, menunjukkan dari 196.546 responden orang tua tidak setuju (menolak) sekolah dibuka pada Juli 2020. Orang tua atau wali murid masih khawatir bahwa penularan di sekolah rentan terjadi. Retno Listyarti, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan memberikan pertimbangan agar kebijakan Kemendikbud tersebut dikaji ulang karena situasi kurva Covid-19 masih terus meningkat, sehingga diperlukan kehati-hatian untuk membuka sekolah bagi anak-anak. Kritikan senada disampaikan oleh Satriwan Salim, Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia FSGI. Ia menyampaikan bahwa pemberlakuan aktif kembali sekolah pada 13 Juli masih belum pantas diambil sebagai kebijakan. Hal itu mengingat proses penyebaran virus masih terus terjadi. Sekolah hanya akan menjadi claster penularan baru. Selain itu, masih banyak sekolah yang belum memiliki sarana dan prasarana lengkap sebagaimana protokol kesehatan yang diberlakukan. Maka demi keamanan dan keselamatan anak, guru, dan karyawan di satuan pendidikan, Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) perlu diperpanjang dan sambil lalu mengevaluasi proses pembelajaran yang sudah dilalui.

Di tengah wabah ini, yang perlu diutamakan adalah keselamatan dan kesehatan peserta didik. Anak-anak sangat rentan terpapar, oleh karena itu keputusan meliburkan sekolah merupakan langkah kebijakan yang tepat untuk memutus rantai penyebaran virus corona. Meskipun demikian, Pemerintah juga perlu mewaspadai angka putus sekolah yang akan terjadi. Ketika peran orang tua sudah tidak mampu lagi membayar biaya pendidikan anaknya, pandemi membatasi orang tua untuk memutar roda ekonomi, tentu bukan hal yang tidak mungkin putus sekolah akan menghantui.

Banyak pihak berharap bahwa dalam menjalankan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di masa pandemi ini, fasilitas bagi praktisi pendidikan, terutama peserta didik harus terpenuhi dengan maksimal. Baik berupa subsidi laptop, gawai, paket data, pulsa, dan kebutuhan lainnya, yang sekiranya bisa menunjang peserta didik untuk aktif mengikuti KBM secara daring. Karena tidak semua peserta didik memiliki fasilitas yang dibutuhkan PJJ. Koneksi internet juga merupakan hal yang penting untuk efektivitas KBM. Bagi kalangan yang berada di daerah tertinggal, terpencil, terpelosok (3T), yang menjadi sulitnya KBM berjalan efektif karena keterbatasan akses internet. Sehingga ada guru yang rela berkeliling rumah muridnya di desa untuk memberi ilmu kepada mereka. Atas kondisi ini, hak pendidikan bagi pendidik dan peserta didik yang ditanggung oleh negara betul-betul ditunaikan. Setidaknya melalui anggaran Rp. 405 Miliar yang disediakan, harus dapat terdistribusikan secara merata dan berkelanjutan. Oleh karena itu, Jangan sampai new normal yang belakangan didengungkan dan ditengarai menjadi sebagian tolok ukur pemberlakuan aktivitas sekolah mengakibatkan new problem dan (apalagi) new discrimination.

Indonesia perlu belajar dari negara tetangga dalam hal pendidikan di tengah pandemi, seperti Finlandia dan Australia. Kedua negara maju dalam pendidikan itu sudah terbiasa mengaplikasikan KBM berbasis e-learning dan melalui media sosial jauh sebelum terjadinya pandemi. Sarana prasarana dan sistem pendidikannya sangat mendukung berjalannya proses belajar mengajar dengan sangat baik. Peserta didik dan pendidik yang tak memiliki fasilitas seperti laptop, gawai dan sejenisnya difasilitasi oleh pihak sekolah dan belajar mengajar dengan menggunakan fasilitas internet merupakan hal yang wajar. Dalam membuat kebijakan untuk pendidikan di tengah wabah seperti saat ini, negara seperti Finlandia dan Korea selatan, sempat membuka sekolah. Namun setelah tidak berlangsung lama. Beberapa waktu berjalan, ditemukan puluhan siswa yang positif. Akhirnya sekolah ditutup kembali. Tentunya bukan tanpa tindakan preventif sebelumnya, juga sudah disiapkan skenario yang lebih bagus daripada yang telah disiapkan pemerintah Indonesia.

Memasuki era industri 4.0, sudah seyogyanya pendidik tidak saja meningkatkan daya kreativitas peserta didiknya, tetapi harus paham betul cara memanfaatkan teknologi sebagai model pembelajaran yang terbarukan. Satuan pendidikan harus memiliki fasilitas pendukung yang memadai untuk mendorong percepatan dan pencapaian tujuan pendidikan. Kemudian yang jauh lebih penting dari hal tersebut, pemerintah cepat dan tanggap dalam memberikan dukungan penuh dan tidak main-main dalam mengatur regulasi dan anggaran. Stigma publik “berganti menteri, bergenti regulasi” harus diganti dengan “berganti hari, berganti prestasi.” Sehingga ranking pendidikan Indonesia di kancah internasional, minimal tingkal Asean tidak lagi di urutan ke-7. Harus mampu merebut posisi Singapura yang bertengger diurutan pertama.

Oleh karena itu, kondisi ini harus menjadi perhatian besar pemangku kebijakan. Peran serta praktisi pendidikan hingga orang tua mampu mengisi celah yang bisa membuat pendidikan kita merosot. Secepat mungkin berbenah agar tercipta pendidikan sebagaimana harapan bersama. Marilah jadikan sekolah sebagai tempat mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan mencetak generasi yang feodal. Ingatlah bahwa setiap tempat adalah sekolah, setiap orang adalah guru, dan setiap buku adalah ilmu.

 


Monday, June 8, 2020

Bidang Studi Psikolinguistik

MAKALAH

 

BIDANG STUDI PSIKOLINGUISTIK

 

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Psikolinguistik Lanjut

yang diampu oleh Prof. Dr. Agus Wardhono, M.Pd

 

 

 

 

 

 

 

 

Penyusun

Fendi Pradana

NIM. 20192110011

 

PROGRAM PASCASARJANA

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

JUNI, 2020


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Secara etimologis, istilah psikolinguistik dibentuk dengan cara mengombinasikan dua disiplin ilmu, yakni antara ilmu psikologi dan ilmu linguistik. Dalam pandangan tradisional, psikologi merupakan disiplin ilmu yang diorientasikan guna mengkaji seluk-beluk stimulus, respons, dan proses berpikir yang mendasari lahirnya stimulus atau respons tersebut. Dalam pandangan modern, psikologi merupakan disiplin ilmu yang diorientasikan untuk mengkaji proses berpikir manusia dan segala bentuk manifestasinya yang mengatur perilaku manusia secara umum. Berbeda dengan psikologi, linguistik merupakan disiplin ilmu yang diorientasikan untuk mengkaji seluk-beluk bahasa dari segi sejarah, struktur, kaidah, penerapan, dan perkembangannya. Psikologi dan linguistik merupakan dua disiplin ilmu yang berbeda. Meskipun demikian, benang merahnya ada karena keduanya menaruh perhatian yang besar terhadap bahasa, tentu saja dengan mekanisme yang berbeda.

Proses berpikir dan bahasa merupakan dua hal yang berbeda, tetapi keduanya berkaitan. Dalam berpikir, orang menggunakan sistem bahasa sebagai instrumen untuk a) mengidentifikasi apa yang dipikirkan, b) mengurutkan butir-butir pokok pikiran, dan c) mengembangkan pikiran. Tanpa adanya sistem bahasa, proses berpikir tidak dapat terealisasi. Kebalikannya, dalam berbahasa orang perlu berpikir. Tanpa berpikir, bahasa yang dihasilkan akan kacau.

Bahasa juga berkaitan dengan perilaku manusia karena bahasa merupakan salah satu bentuk produk perilaku atau produk tindakan. Berbahasa sama dengan bertindak atau melakukan sesuatu. Hubungan bahasa dan perilaku bersifat saling memengaruhi. Ada fakta yang menunjukkan bahwa bahasa memengaruhi perilaku dan ada fakta yang sebaliknya, yakni perilaku memengaruhi bahasa.

Dalam perkembangannya, psikolinguistik bermula dari adanya pakar linguistik yang berminat pada psikologi dan adanya pakar psikologi yang berkecimpung di bidang linguistik. Psikolinguistik merupakan bidang indispliner sehingga termasuk ke dalam bidang makrolinguistik. Sebagai makrolinguistik (macrolinguistics), psikolingustik merupakan bidang bidang lingusitik yang mempelajari bahasa dalam hubungannya dengan faktor- faktor di luar bahasa.

Psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang di dengarnya pada waktu berkomunikasi. maka secara teoritis tujuan utama psikolinguistik adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara psikologis dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemerolehannya.

Melalui makalah ini, penyusun berupaya memberikan pemahaman fundamental berkaitan dengan bidang studi psikolinguistik. Mengingat tidak sedikit pelajar ataupun pembelajar kesulitan memahami secara detail bidang studi psikolinguistik. Namun makalah ini hanya beberapa subbahasan saja yang akan dipaparkan, sehingga cukup sebagai tambahan ilmu dan memperjelas pemahaman dasarnya.

 

1.2  Rumusan masalah

1.      Apa saja cakupan bidang studi linguistik?

2.      Apa perbedaan antara psikologi dan linguistik?

3.      Bagaimana perkembangan psikolinguistik?

 

1.3  Tujuan penelitian

1.      Untuk mengetahui berbagai cakupan bidang studi linguistik

2.      Untuk memperjelas perbedaan antara psikologi dan linguistik

3.      Untuk mengenal perkembangan psikolinguistik

 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1  Pengertian psikolinguistik

Banyak pengertian psikolinguistik yang telah diungkapkan oleh para pakarnya. Beberapa definisi psikolinguistik diartikan sebagai berikut:

1.         Emmon Bach (1964:64) mengutarakan bahwa psikolinguistik adalah suatu ilmu yang meneliti bagaiamana sebenarnya para pembicara/pemakai suatu bahasa membentuk/membangun atau mengerti kalimat-kalimat bahasa tersebut.

2.         Ronald W. Langacker (1968:6) mendefinisikan bahwa psikolinguistik adalah studi atau telaah mengenai behavior atau perilaku linguistik, yaitu performansi atau perbuatan dan perlengkapan atau aparat psikologis yang bertanggung jawab atasnya.

3.         John Lions (1968:160) berpendapat bahwa psikolinguistik adalah telaah mengenai produksi (sintesis) dan rekognisi (analisis).

4.         Tervoort (1972:7) mengungkapkan bahwa psikolinguistik sebagai bidang ilmu pengetahuan yang mempergunakan teori linguistik untuk menganalisis proses-proses mental yang menjadi dasar kelakuan bahasa manusia.

5.         Palmatier (1972:140) mengemukakan bahwa psikolinguistik adalah telaah mengenai perkembangan bahasa pada anak-anak; suatu introduksi teori linguistik ke dalam masalah-masalah psikologis.

6.         Clark dan Clark (1977:4) menyatakan bahwa psikolinguistik berkaitan dengan tiga hal utama, yaitu komprehensi, produksi dan pemerolehan bahasa.

7.         Henry Guntur Tarigan (1984:1) mengemukakan bahwa psikolinguistik berarti importasi ilmu linguistic ke dalam psikologi, bukan sebaliknya karena linguistic lebih “maju” dalam arti lebih dekat kepada kebenaran pokok persoalan, lebih praktis, dan lebih sederhana.

8.         Widjajanti W.D (1986:3) dengan menyimpulkan berbagai pendapat pakar mengatakan bahwa psikolinguistik mengenalisis proses-proses mental yang terjadi pada waktu penutur menggunakan bahasa, termasuk di dalamnya produksi, pemahaman, dan belajar.

9.         Aitchison (1998:1) mendefinisikan psikolinguistik sebagai suatu studi tentang bahasa dan minda (terjemahan Dardjowidjojo, 2003:7).

10.     Harley (2001:1) menyebut psikolinguistik sebagai suatu studi tentang prosesproses mental dalam pemakaian bahasa.

   Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa psikolinguistik adalah disimplin ilmu yang mempelajari tentang kajian interdisipliner, antara disiplin (ilmu) linguistik dan disiplin psikologi. Yang dikaji adalah bagaimana proses psikologisnya pada waktu seseorang memroses (memahami, menafsirkan, decode) ujaran orang lain, pada waktu seseorang memroduksi (menghasilkan, menungkapkan, encode) gagasannya melalui bahasa, dan pada waktu seseorang sdikit demi sedikit memperoleh (aequire) bahasa.

 

2.2  Perkembangan psikolinguistik

     Gagasan pemunculan psikolinguistik sebenarnya sudah ada sejak tahun 1952, yaitu sejak Social Science Research Council di Amerika Serikat mengundang tiga orang linguis dan tiga orang psikolog untuk mengadakan konferensi interdisipliner. Secara formal istilah Psikolinguistik digunakan sejak tahun 1954 oleh Charles E. Osgood dan Thomas A. Sejak itu istilah tersebut sering digunakan. Psikologi berasal dari bahasa Inggris psychology. Kata pscychology berasal dari bahasa Greek (Yunani), yaitu dari akar kata psyche yang berarti jiwa, ruh, sukma dan logos yang berarti ilmu. Jadi, secara etimologi psikologi berati ilmu jiwa. Pengertian Psikologi sebagai ilmu jiwa dipakai ketika Psikologi masih berada atau merupakan bagian dari filsafat, bahkan dalam kepustakaan kita pada tahun 50-an ilmu jiwa lazim dipakai sebagai padanan Psikologi. Kini dengan berbagai alasan tertentu (misalnya timbulnya konotasi bahwa Psikologi langsung menyelidiki jiwa) istilah ilmu jiwa tidak dipakai lagi.Ketika Pikologi melepaskan diri dari filsafat sebagai induknya dan menjadi ilmu yang mandiri pada tahun 1879, yaitu saat Wiliam Wundt (1832-1920) mendirikan laboratorium pskologinya, ruh dikeluarkan dari studi psikologi. para ahli, di antaranya William james (1842-1910) sehingga pendapat kedua menyatakan bahwa psikologi sebagai ilmu pengetahuan mengenai kehidupan mental.

       Sebagai disiplin ilmu baru yang berdiri sendiri, psikolinguistik memiliki ruang lingkup kajian khusus. Antara lain meliputi pemerolehan atau akuisisi bahasa, hubungan bahasa dengan otak, pengaruh pemerolehan bahasa dan penguasaan bahasa terhadap kecerdasan cara berpikir, hubungan proses mengkode dan pemaknaan kode, serta hubungan terhadap pengetahuan bahasa dengan pamakai bahasa dan perubahan bahasa.

    Sekarang psikolinguistik telah berkembang pesat sebagai akibat adanya sentuhan dengan disiplin ilmu lain merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri. Kenyataan itu berdampak pada munculnya sub-subdisiplin dalam psikolinguistik yang berorientasi pada ranah-ranah khusus, sebagaimana tampak pada skema subdisiplin ilmu psikolinguistik di bawah ini.

 

 

 

 

1.      Psikolinguistik teoretis, diorientasikan untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan teori bahasa

2.      Psikolinguistik perkembangan, diorientasikan untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan pemerolehan dan bahasa

3.      Psikolinguistik sosial, diorientasikan untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek sosial bahasa

4.      Psikolinguistik pendidikan, diorientasikan untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan aspek- aspek pendidikan

5.      Neuropsikolinguistik, diorientasikan  untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan hubungan bahasa dan otak manusia

6.      Psikolinguistik eksperimental, diorientasikan untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan eksperimen-eksperimen di berbagai bidang yang melibatkan bahasa dan perilaku berbahasa

7.      Psikolinguistik terapan, diorientasikan untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan penerapan temuan-temuan keenam subdisiplin psikolinguistik.

 

2.3  Bidang kajian psikolinguistik

Psikolinguistik sebagai suatu disiplin ilmu yang bertujuan mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemerolehannya. Dengan kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat stuktur bahasa, bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada waktu memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan itu. Yaitu untuk membantu menyelesaikan permasalahan kompleks manusia dalam pembelajaran berbahasa, karena selain berkenaan dengan masalah berbahasa, juga berkenaan dengan kegiatan berbahasa. Sedangkan kegiatan berbahasa itu bukan hanya berlangsung secara mekanistik, tapi juga berlangsung secara mentalistik. Artinya, kegiatan berbahasa itu berkaitan juga  dengan  proses atau kegiatan mental (otak). Terdapat kaitan yang sangat erat antara berpikir dengan bahasa. Dalam berbahasa orang perlu berpikir. Karena tanpa berpikir, bahasa yang dihasilkan seseorang akan kacau dan sulit dipahami.

Oleh karena itu, dalam pembelajaran bahasa, perlu dilengkapi dengan studi antardisiplin. Yakni antara psikologi dan linguistik, yang lazim disebut psikolinguistik. Dalam pembelajaran mampu menerapkan pengetahuan psikologi dan linguistik pada masalah-masalah seperti pada pengajaran dan pembelajaran bahasa, pengajaran membaca permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan dan kemultibahasaan, penyakit bertutur kata seperti afasia, gagap, dan lainnya; serta masalah-masalah sosial lain yang menyangkut bahasa, seperti bahasa dan pendidikan, bahasa dan pembangunan nusa dan bangsa.

Dalam perkembangan selanjutnya dirasakan bahwa cakupan kerja sama tersebut makin meluas dan mulai bersentuhan dengan disiplin ilmu yang lain, misalnya neurologi. Dampak logis hal itu ialah makin luasnya materi yang dikaji dalam psikolinguistik. Pada saat ini, misalnya, dapat diamati bahwa psikolinguistik tidak hanya berisi kajian tentang aspek- aspek psikologi dan linguistik, tetapi juga temuan-temuan dalam bidang neurologi dan sebagainya yang kemudian dikaitkan dengan linguistik. Mungkin juga munculnya kenyataan itu disebabkan oleh hal yang bersifat teknis, misalnya karena sejauh ini neurolinguistik belum menjadi disiplin ilmu tersendiri. Akibatnya, materi yang mestinya menjadi bidang garapan neurolinguistik ”dititipkan” pada psikolinguistik. Begitu juga logikanya untuk bidang ilmu lain yang titik temunya dengan linguistik belum membentuk ilmu tersendiri.

 

2.4  Peranan psikolinguistik

 

    Psikolinguistik perperan sebagai ilmu antardisiplin, yakni psikologi dan linguistik, yang mengkaji bahasa dan hakikat bahasa sebagai objek formalnya. Karena terdiri atas dua disiplin yang berbeda, tentu objek materialnya pun berbeda. Linguistik mengkaji tentang struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji tentang perilaku berbahasa atau proses berbahasa. Peran psikolinguistik sangat penting. Selain mencoba menerapkan pengetahuan psikologi, juga punya peran dalam masalah pengajaran dan pembelajaran berbahasa seperti pengajaran membaca permulaan dan membaca lanjut, penyakit bertutur kata seperti afasia, gagap, dan lainnya. Bahkan masalah sosial lainnya seperti bahasa dan pendidikan, bahasa dan pembangunan nusa dan bangsa. Ringkasnya, peranan psikolinguistik ini meliputi tiga hal utama, yaitu (a) produksi, yaitu proses-proses mental pada diri manusia sehingga ia dapat berujar dalam menghasilkan bahasa; (b) komprehensi, yaitu proses-proses mental yang dilalui oleh manuisa sehingga mereka dapat mengerti dan memahami maksud ujaran seseorang; dan (c) perolehan bahasa, yaitu fase-fase yang dilalui oleh seseorang ketika ia memperoleh kemampuan bahasanya, baik bahasa pertama maupun bahasa selanjutnya

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

3.1  Kesimpulan

     Psikolinguistik adalah disimplin ilmu yang mempelajari tentang kajian interdisipliner, antara disiplin (ilmu) linguistik dan disiplin psikologi. Yang dikaji adalah bagaimana proses psikologisnya pada waktu seseorang memroses (memahami, menafsirkan, decode) ujaran orang lain, pada waktu seseorang memroduksi (menghasilkan, menungkapkan, encode) gagasannya melalui bahasa, dan pada waktu seseorang sdikit demi sedikit memperoleh (aequire) bahasa.

     Dalam perkembangannya, psikolinguistik bermula dari adanya pakar linguistik yang berminat pada psikologi dan adanya pakar psikologi yang berkecimpung di bidang linguistik. Psikolinguistik merupakan bidang indispliner sehingga termasuk ke dalam bidang makrolinguistik. Sebagai makrolinguistik (macrolinguistics), psikolingustik merupakan bidang bidang lingusitik yang mempelajari bahasa dalam hubungannya dengan faktor- faktor di luar bahasa.

     Bidang studi linguistik perlu dilengkapi dengan studi antardisiplin psikologi dan linguistik, yang lazim disebut psikolinguistik.  Bidang studi tersebut berperan penting dalam menerapkan pengetahuan psikologi dan linguistik pada masalah-masalah seperti pada pengajaran dan pembelajaran bahasa, pengajaran membaca permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan dan kemultibahasaan, penyakit bertutur kata seperti afasia, gagap, dan lainnya; serta masalah-masalah sosial lain yang menyangkut bahasa, seperti bahasa dan pendidikan, bahasa dan pembangunan nusa dan bangsa. Sedangkan peranan psikolinguistik ini meliputi tiga hal utama, yaitu (a) produksi bahasa, (b) komprehensi, dan (c) perolehan bahasa.

 

3.2  Saran

      Pelajar dan pembelajar harus mampu mengusai bidang studi psikolinguistik ini, termasuk juga perkembangan yang terbaru. Belajar mengajar hanya akan menjadi produktif dan subtantif jika (pelajar dan pembelajar) menjadikan bidang studi ini sebagai pengantar dan pegangan yang fundamental ini untuk membawa suasana belajar yang berkualitas. Tentu juga dengan memanfaatkan media teknologi sebagai dasar dan metode pembelajarannya.


DAFTAR PUSTAKA

 

Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Harras, A. Kholid & Bachri, D. Andhika. 2009. Dasar-Dasar Psikolinguistik. Bandung: UPI PRESS.

https://anggabagussukma.blogspot.com/2014/12/artikel-pentingnya belajar.html?showComment=1591500977359&m=1#c7937934135797264810 diakses pada 07 Juni 2020

http://ejournal.kopertais4.or.id/pantura/index.php/alhikmah/article/download/2813/pdf/z

diakses pada 6 Juli 2020