Persebaran
Covid-19 di Indonesia sampai hari ini belum berkahir. Sejak Pemerintah
menetapkan Indonesia mengalami bencana nonalam, jumlah
kasus positif Covid-19 terus meningkat. Tren
Nasional (akumulasi data) yang tunjukkan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan
Covid-19 pada Selasa (16/06), sebanyak 40.400 kasus. Atas kondisi ini, masyarakat tidak
bisa leluasa menjalani aktivitasnya. Tak terkecuali para praktisi pendidikan. Mereka
terpaksa melakukan rutinitasnya dengan gerakan Kerja Dari Rumah (KDR)
masing-masing. Begitupun juga dengan rangkaian agenda dalam satuan pendidikan,
semuanya dilalui secara virtual.
Memasuki tahun ajaran baru,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berencana mengaktifkan sekolah pada 13
Juli mendatang. Sebagai langkah antisipatif penyebaran virus korona, sudah
dikeluarkan Surat Edaran Kemendikbud Nomor 4
tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat
Penyebaran Covid-19. Kebijakan ini masih menuai kontroversi dari beberapa
pihak. Ketua Umum PP Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
menyatakan bahwa pendidikan di Indonesia masih belum bisa diaktifkan lantaran
kasus yang terjadi belum menunjukkan penurunan yang signifikan. Sementara itu, hasil
angket yang dibagikan oleh Komisioner Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
beberapa waktu yang lalu pada publik secara daring, menunjukkan dari 196.546
responden orang tua tidak setuju (menolak) sekolah dibuka pada Juli 2020. Orang
tua atau wali murid masih khawatir bahwa penularan di sekolah rentan terjadi. Retno Listyarti, Komisioner KPAI
Bidang Pendidikan memberikan pertimbangan agar kebijakan
Kemendikbud tersebut dikaji ulang karena situasi kurva Covid-19 masih terus
meningkat, sehingga diperlukan kehati-hatian untuk membuka sekolah bagi
anak-anak. Kritikan senada disampaikan oleh Satriwan Salim, Sekjen Federasi
Serikat Guru Indonesia FSGI. Ia menyampaikan bahwa pemberlakuan aktif kembali
sekolah pada 13 Juli masih belum pantas diambil sebagai kebijakan. Hal itu mengingat
proses penyebaran virus masih terus terjadi. Sekolah hanya akan menjadi claster
penularan baru. Selain itu, masih banyak sekolah yang belum memiliki sarana dan
prasarana lengkap sebagaimana protokol kesehatan yang diberlakukan. Maka demi
keamanan dan keselamatan anak, guru, dan karyawan di satuan pendidikan, Pembelajaran
Jarak Jauh (PJJ) perlu diperpanjang dan sambil lalu mengevaluasi proses
pembelajaran yang sudah dilalui.
Di
tengah wabah ini, yang perlu diutamakan adalah keselamatan dan kesehatan
peserta didik. Anak-anak sangat rentan terpapar, oleh karena itu keputusan
meliburkan sekolah merupakan langkah kebijakan yang tepat untuk memutus rantai
penyebaran virus corona. Meskipun demikian, Pemerintah juga perlu mewaspadai
angka putus sekolah yang akan terjadi. Ketika peran orang tua sudah tidak mampu
lagi membayar biaya pendidikan anaknya, pandemi membatasi orang tua untuk
memutar roda ekonomi, tentu bukan hal yang tidak mungkin putus sekolah akan
menghantui.
Banyak
pihak berharap bahwa dalam menjalankan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di masa
pandemi ini, fasilitas bagi praktisi pendidikan, terutama peserta didik harus
terpenuhi dengan maksimal. Baik berupa subsidi laptop, gawai, paket data,
pulsa, dan kebutuhan lainnya, yang sekiranya bisa menunjang peserta didik untuk
aktif mengikuti KBM secara daring. Karena tidak semua peserta didik memiliki
fasilitas yang dibutuhkan PJJ. Koneksi internet juga merupakan hal yang penting
untuk efektivitas KBM. Bagi kalangan yang berada di daerah tertinggal,
terpencil, terpelosok (3T), yang menjadi
sulitnya KBM berjalan efektif karena keterbatasan akses internet. Sehingga ada
guru yang rela berkeliling rumah muridnya di desa untuk memberi ilmu kepada
mereka. Atas kondisi ini, hak pendidikan bagi
pendidik dan peserta didik yang ditanggung oleh negara betul-betul ditunaikan. Setidaknya
melalui anggaran Rp. 405 Miliar yang disediakan, harus dapat terdistribusikan
secara merata dan berkelanjutan. Oleh karena
itu, Jangan sampai new
normal yang belakangan didengungkan dan ditengarai menjadi sebagian tolok
ukur pemberlakuan aktivitas sekolah mengakibatkan new problem dan (apalagi) new
discrimination.
Indonesia
perlu belajar dari negara tetangga dalam hal pendidikan di tengah pandemi,
seperti Finlandia dan Australia. Kedua negara maju dalam pendidikan itu sudah
terbiasa mengaplikasikan KBM berbasis e-learning
dan melalui media sosial jauh sebelum terjadinya pandemi. Sarana prasarana
dan sistem pendidikannya sangat mendukung berjalannya proses belajar mengajar
dengan sangat baik. Peserta didik dan pendidik yang tak memiliki fasilitas
seperti laptop, gawai dan sejenisnya difasilitasi oleh pihak sekolah dan
belajar mengajar dengan menggunakan fasilitas internet merupakan hal yang
wajar. Dalam membuat kebijakan untuk pendidikan di tengah wabah seperti saat ini, negara seperti
Finlandia dan Korea selatan, sempat membuka sekolah. Namun setelah tidak
berlangsung lama. Beberapa waktu berjalan, ditemukan puluhan siswa yang
positif. Akhirnya sekolah ditutup kembali. Tentunya bukan tanpa tindakan preventif sebelumnya, juga sudah disiapkan skenario yang lebih bagus daripada yang telah disiapkan pemerintah Indonesia.
Memasuki
era industri 4.0, sudah seyogyanya pendidik tidak saja meningkatkan daya
kreativitas peserta didiknya, tetapi harus paham betul cara memanfaatkan teknologi
sebagai model pembelajaran yang terbarukan. Satuan pendidikan harus memiliki
fasilitas pendukung yang memadai untuk mendorong percepatan dan pencapaian
tujuan pendidikan. Kemudian yang jauh lebih penting dari hal tersebut,
pemerintah cepat dan tanggap dalam memberikan dukungan penuh dan tidak
main-main dalam mengatur regulasi dan anggaran. Stigma publik “berganti menteri, bergenti regulasi”
harus diganti dengan “berganti hari,
berganti prestasi.” Sehingga ranking pendidikan Indonesia di kancah
internasional, minimal tingkal Asean tidak lagi di urutan ke-7. Harus mampu
merebut posisi Singapura yang bertengger diurutan pertama.
Oleh karena
itu, kondisi ini harus menjadi perhatian besar pemangku kebijakan. Peran serta
praktisi pendidikan hingga orang tua mampu mengisi celah yang bisa membuat
pendidikan kita merosot. Secepat mungkin berbenah agar tercipta pendidikan
sebagaimana harapan bersama. Marilah jadikan sekolah sebagai tempat
mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan mencetak generasi yang feodal. Ingatlah bahwa
setiap tempat adalah sekolah, setiap orang adalah guru, dan setiap buku adalah
ilmu.
No comments:
Post a Comment